Pengalaman SBMPTN 2018 SOSHUM
Halo… jadi pada
akhirnya aku memutuskan benar-benar menulis pengalaman SBMPTN 2018 ini.
Sebenarnya SBMPTN sudah semenjak sebulan lalu. Tapi, baru benar-benar ingin
menulis sekarang. Wkwkwkwk…
Temen-temenku bilang
sih aku termasuk anak pintar. Bukannnya sombong, tapi bersyukur saja bisa masuk
5 besar kelas :’) ketahuilah persaingan IPS di sekolahku sungguh ketat. Mungkin
efek obsesi temen-temen IPS seangkatan untuk bisa masuk PTN impian. Kalau masih
banyak yang mikir anak IPS itu males-males, please. Kita justru bisa dikatakan
berlomba-lomba dengan prestasi dan nilai.
Sejak lulus SMP, aku
sudah bertekad masuk SMA tujuan ku. Aku
nggak mau masuk SMA lain, padahal aku sebenarnya nyadar nilaiku ini
pas-pasan. Emang dasarnya aku keras kepala. Tapi sudah bertekad kuat, dan pada
akhirnya bisa sekolah di SMA tujuanku. Setelah aku benar-benar resmi menjadi
murid SMA. Aku merencanakan apa saja yang akan aku lakukan selama 3 tahun.
Tidak ada waktu yang disia-siakan. Mama sudah mewanti-wanti, perjuangan ku
harus keras. Agar bisa masuk PTN yang aku inginkan. Pasti ada yang heran,
kenapa baru masuk SMA saja sudah mikir mau kuliah dimana. Ya, karena mamaku
seorang dosen. Aku begitu bersemangat dan rajiiiin banget tahun pertama SMA.
Les selalu masuk, PR dan tugas kelompok selalu selesai pertama. Nggak ada lagi
fangirlingan Kpop (yes, I’m kpoper sejak SMP hehehe). jarang baca novel lagi,
tapi setelah menelusuri perpus sekolah, aku bisa menyegarkan pikiran dengan
baca-baca novel disana.
Awal yang cukup baik
untukku. Tapi ternyata… yang namanya berjuang itu benar-benar saat tahun
terakhir. Jujur saja, begitu naik ke kelas 3. Banyaak sekali godaannya. Merasa
sudah sangat capek dengan sekolah. Banyak tugas, presentasi, ulangan, remidi
dan lain-lain. Rasanya selama 3 tahun SMA itu diibaratkan marathon, tahun
pertama kamu semngat banget lari dan mengerjakan target-target kamu. Tahun
kedua masih semangat, ngejar banyak lomba dan nilai. Tapi udah mulai kerasa
capeknya, begitu tahun ketiga. Mulai terengah-engah. Banyak godaan buat
berhenti berjuang aja. Apalagi, kakak kelas yang jumlah diterima lewat SNMPTN
turun drastis. Jadi makin bingung. Masih okelah berjuang, tambah lagi,
temen-temen sekelas mulai keliatan aslinya. Iya, kalau kamu paham. Gimana rasanya
berada dalam persaingan tak terlihat, semua sekelas itu seperti mata-mata.
anggap aku lebay, tapi kalau aku sih santai. Karena aku yakin, setiap orang
punya jalurnya masing-masing. Feel nggak nyaman itu dapet gara-gara makin
banyak yang curhat ke aku kalau sahabatnya sendiri adalah saingannya masuk
Universitas A. jurusannya sama, dll. Huft.
Yang sebenarnya
membuatku stress adalah ketika mendadak sekali menteri pendidikan kita tercinta
menurunkan kebijakan UN!! Yang bikin semua sekolah kelabakan. Soalnyaa…. Hmm…
sudah pasti banyak baca curhatan UN SMA 2018 kan? Ya.. begitulah :’)
Belum selesai kagetnya
UN, aku dibikin tambah nyesek dengan hasil SNMPTN. Aku nggak keterima, SEKELAS
KU NGGAK ADA YANG DITERIMA. Nyesek? Banget. Okelah, SNMPTN aku akuin ada factor
X nya. Yasudah lah ya. Jangan terlalu mengingat hal yang mengecewakan, nanti
sakit hati :’)
Nyeseknya sebentar
saja, karena besoknya langsung daftar SBMPTN. Dan besoknya lagi aku masuk
intensif SBMPTN. Yup, les lagi deh selama sekitar 3 mingguan. Lebih dikit,
karena super mepet ujiannya. Pusing? Dikit sih, aku cenderung santai.
Tegang-tegangnya adalah ketika ternyata system penilaiannya berubah dan
diumumkan nggak jauh dari hari H :’) padahal udah ngatur strategi. Okelah…
nggak masalah. Sempat agak down, karena tempt ujian nggak sama dengan
sahabat-sahabatku. Aku beda sendiri, kayak merasa “Jangan-jangan aku sendiri
yang nggak keterima nantinya?” tapi langsung aku tepis jauh-jauh. Aku menyemangati diri sendiri, dan meyakinkan
bahwa setiap orang punya kemampuannya masing-masing dan punya jalannya sendiri
menuju suksesnya sendiri. Karena menurutku, suksesnya orang lain belum tentu
itu menjadi suksesnya kita.(Tapi standar masyarakat berkata lain, iyaa kan??)
H-4 SBMPTN aku udah di
kota tempat ujianku. Karena ada sepupu juga yang kuliah disana. Jadi, aku
nginep di kosnya. Disana bawa buku bimbel yang tebel2 buat belajar. Excited
karena selama bimbel aku bisa ngerjakan soal-soal dengan lancar. Cuma memang
aku agak susah di matematika. TKD soshum aku yakin bisa, hanya sejarah aja yang
rada susah.
Begitu hari H nya, aku
dateng jam 7 an. Padahal kan ujiannya jam9 yah. Cuma nggak mau macet aja,
karena kota tempat aku ujian SBMPTN ini punya PTN favorit. Udah pasti macet cet
cet nantinya. Naik grab sama sepupu, pagi-pagi sampe bawa sarapan sendiri dan
bekal makan siang nanti. Terus nunggu di dekat ruang ujian dengan perut
setengah mules karena grogi. Tambah banyak yang dateng pesertanya, bawa2 buku
buat dibaca lah aku malah main hp aja :v aku cuma nggak mau tambah blank kalo
beberapa jam sebelum ujian malah belajar. Aku chat dengan sahabat-sahabatku,
saling menyemangati dan memantau jam tangan.
Begitu pengawasnya
datang, seketika mulai senyap lah sekitarku. Wajah-wajah peserta tambah tegang,
btw aku lebih banyak lihat lulusan 2017 ya dari pada 2018? Soalnya, udah
beberapa kali ditanya mbak-mbak yang nyapa, dan nanya lulusan tahun berapa. Dan
yang nanya tahun 2017. Oke, lupakan.
Saat udah masuk ruang
ujian, semua doa aku baca, dokumen-dokumen aku siapkan. Alat tulis aku tata
rapi. Mengatur napas biar nggak panik. Soal dibagi, dan… agak kurang puas
dengan TKPA. 90 menit yang sangat singkat, buat baca teks bahasa inggrisnya itu
loh. Nggak nyampe selesai. Hanya bisa mengelus dada saja. Beda dengan TKD
SOSHUM yang ujiannya siang-siang. Rata-rata pesertanya pada nguap semua alias
ngantuk. Aku pun sempet terkantuk-kantuk. Untungnya bisa jawab penuh. Setelah
ujian benar-benar selesai, aku mengucap syukur dan berdoa untuk hasil yang
terbaik.
Well, aku berusaha
untuk nggak begitu memikirkan hasilnya, tidak ingin muluk-muluk. Aku sebenarnya
santai. Mungkin sebagian dari kalian merasakan, atau hanya aku saja ya? Hehehe…
kalau rasanya beban itu bukan karena kita sendiri yang kebingungan gimana nanti
hasilnya. Tapi ortu kita. Nah? Ada yang merasakan? Bebannya itu saat kita
khawatir mengecewakan ortu. Aku berusaha untuk tetap ceria dan biasa supaya
ortuku (khususnya mamaku) nggak panik2 banget. Karena jujur saja, yang bikin
tambah stress itu buatku kekhawatiran orang lain. Aku sendiri, semenjak pulang
dari ujian SBMPTN udah meyakinkan diri sendiri supaya tenang, optimis, dan
nggak gampang panik. Ternyata, serbasalah ya kalau sama mama ku ini :’) aku
cuma pengen beliau nggak terlalu stress mikir, aku pengen nunjukkan kalau aku
bisa ngerjakan, optimis dan nggak stress. Tapi tetep saja… disuruh diem dirumah
sampai pengumuman SBMPTN loh :’) . aku Cuma keluar rumah kalau ijinnya jelas,
atau ada mamaku juga. Menyebalkan, tapi dinikmati sajalah…
Mungkin itu yang bisa
aku ceritakan. Pengumumannya tanggal 3 Juli. Doakan lolos SBMPTN 2018 ya :D
Amiin… semoga kalian yang juga sedang menunggu 3 Juli bisa lolos dan masuk PTN
yang diinginkan, Amiin… terimakasih sudah membaca :D
Komentar
Posting Komentar