Resensi Buku | Penegakan Hukum Lingkungan - Prof. Dr. Andi Hamzah, S.H., M.H.





Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah, S.H., M.H. sebagai penulis buku ini, merupakan Guru Besar dalam ilmu Hukum Pidana, lahir di Sengkang, Sulawesi Selatan, 14 Juni 1933. Ada setidaknya 25 buku ilmiah dan berbagai makalah dalam bidang hukum yang tercipta dari tangan beliau. Pada awalnya beliau adalah seorang jaksa karier selama 39 tahun hingga menjadi Staf Ahli Jaksa Agung Republik Indonesia. Beliau telah menyelesaikan Meester in de Rechten dari Universitas Hasanuddin dan Doktor Ilmu Hukum di Universitas yang sama. Pada tanggal 23 Juli 1998 beliau dikukuhkan sebagai Guru Besar di Universitas Trisakti, dengan pidato pengukuhan berjudul Reformasi Penegakkan Hukum, setelah sebelumnya menjadi Dosen Luar Biasa Fakultas Hukum Usakti.beliau juga pernah bekerja sebagai PNS di Kejaksaan RI sejak 1 Mei 1954 s/d 1 Jui 1993. Menjadi Kjari Manado, 1962 s/d 1964 dan menjadi Dosen Luar Biasa Fakultas Hukum Hasanuddin, 1962 s/d 1973. Kemudian tahun 1992 menjadi Staf Ahli Jaks Agung.

Alam semesta merupakan ciptaan Yang Maha Kuasa. Semua bergerak harmonis dalam alam yang saling mengisi, saling memberi dan saling menghormati. Namun, serigkali manusia menjadi pemeran utama dibalik kerusakan lingkungan demi kepentingan dan keserakahan tertentu dan sesaat. Mereka tidak menyadari jika mereka menjadi pelaku perusakan lingkungan disaat yang  bersamaan mereka adalah korbannya. Semua itu terjadi karena lemahnya penegakkan hukum lingkungan serta lemahnya sanksi hukum pada pelaku perusakan lingkungan. Dalam buku ini berisi pemikiran pakar yang diuraikan secara gamblang mengenai lingkungan hidup, ekologi, pengantar hukum lingkungan, perkembangan hukum lingkungan di Indonesia hingga penegakkan hukum lingkungan.

Sejak Konferensi Internasional di Stockholm Juni 1972, perhatian kepada (hukum) lingkungan semakin meningkat. Sejak itu hukum lingkungan modern telah dianggap lahir. Sejak saat itulah ramai diciptakan undang-undang khusus yang mengatur lingkungan. Banyak negara yang memasukkan masalah lingkungan ke dalam konsitusinya, seperti Korea Selatan, Spanyol, dan lain-lain. Namun, Indonesia baru menciptakan undang-undang payung mengenai lingkungan tahun 1982.

Dalam buku Penegakan Hukum Lingkungan ini, pembahasannya diantara lain mengenai pengertian lingkungan hidup, ekologi dan sistem ekologi (ekosistem) lalu pengantar hukum lingkungan, perkembangan hukum lingkungan di Indonesia hingga penegakkan hukum lingkungan Internasional. Dijabarkan dalam buku ini bahwa, masalah lingkungan sebenarnya dialami oleh smeua negara. Negara maju maupun negara berkembang memiliki permasalahan lingkungan yang berbeda. Permasalahan lingkungan skala negara bukanlah hal yang sederhana. Tidak selesai hanya dengan membuat undang-undang dan sistem penegakannya. Tetapi juga bagaimana keberlanjutan dalam menjaga linkungan untuk generasi-generasi selanjutnya.

Dalam buku ini hukum lingkungan dipandang memiliki dua dimensi, yaitu yang pertama adalah tentang tingkah laku masyarakat, semuanya bertujuan supaya anggota masyarakat diimbau bahkan kalau perlu dipaksa memenuhi hukum lingkungan yang tujuannya memecahkan masalah lingkungan. Yang kedua, adalah dimensi yang memberi hak, kewajiban dan wewenang badan-badan pemerintah dalam mengelola lingkungan. Disebutkan pula bahwa hukum lingkungan adalah hukum fungsional yang menempati titik silang berbagai bidang hukum klasik.  Penulis menegaskan bahwa hukum lingkungan merupakan hukum fungsional yang di dalaamnya mencakup banyak instrumen. Maka di Indonesia, harusnya hukum lingkungan juga melibatkan berbagai instansi pemerintah, seperti polisi, jaksa, pemerintah daerah, Departemen Perdagangan hingga swasta seperti LSM.

Hal menarik yang dibahas penulis di bab awal adalah faktor yang menentukan terciptanya lingkungan yang baik adalah pendidikan, kesadaran hukum, teknologi dan keuanga yang memadai untuk membiayai proyek pencegahan kerusakan lingkungan. Hal ini berbanding terbalik dengan kenyataan yang kita lihat di Indonesia, sebagai negara berkembang pemerintah kita cenderung  berfokus pada pembangunan dan peningkatan sektor ekonomi. Memang, dengan begitu akan menurunkan tingkat kemiskinan namun hal itu harus seimbang dengan bagaimana kebijakan-kebijakan terhadap pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam dikeluarkan. Nyatanya, negara-negara berkembang termasuk Indonesia yang sedang berusaha membangun ekonominya justru paling signifikan kerusakan lingkungannya.

Selain tentang faktor ekonomi, faktor kesadaran hukum juga mempengaruhi dalam menjaga kelestarian lingkungan. Penulis menjabarkan beberapa negara yang perhatian terhadap isu-isu lingkungan di negaranya. Pada halaman 14 – 29 dalam buku ini, negara-negara yang disebutkan menunjukkan bahwa kepedulian terhadap kelestarian lingkungan dicontohkan oleh pemerintah langsung kepada masyarakat. Seperti Kanada, yang berusaha menetapkan pengurangan pemakaian CFC sebangak 50% sampai tahun 1999. Bahkan pemerintah Kanada berusaha melarang sama sekali pemakaian CFC. Bersamaan dari tahun-ketahun, gas-gas buangan industri yang lain juga diatur ketat seberapa banyak yang boleh dibuang. Tidak hanya ketat dalam pembentukan aturan Kanada juga ketat dalam penerapannya. Pemerintah mengikutsertakan masyarakat untuk mengawasi industry-industri agar mematuhi kebijakan yang ada. Karena, masyarakatlah yang secara langsung merasakan dampak segala buangan industry apapun itu, maka mereka berhak pula menuntut pabrik yang tidak taat aturan.

Dapat disimpulkan dari contoh-contoh negara yang memperhatikan isu lingkungan di negaranya, Indonesia harus semakin berbenah dalam penegakan hukum lingkungannya. Karena jika tidak tegas dalam penegakan hukum lingkungan, banyak yang harus dikorbankan untuk generasi selanjutnya. Pemerintah sebaiknya merapikan undang-undang payung untuk hukum lingkungan, memperketat pengawasan dalam penegakannya di lapangan dan pemberian sanksi yang tegas terhadap pelanggarannya. Tak boleh pandang bulu walau pelanggar hukum lingkungan adalah perusahaan besar yang berpengaruh.

Dalam pembahasan perkembangan hukum lingkungan di Indonesia seperti yang dibahas dalam buku ini dari halaman 30 – halaman 47, kita dapat melihat sejauh mana Indonesia memperhatikan isu lingkungan lewat peraturan-peraturan yang dibuat. Sejak konferensi Stockholm 1972, Indonesia baru membuat Undang-Undang tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai peraturan payung pada tahhun 1982 yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997. Walau terlambat sepuluh tahun sejak konferesi Stockholm, UULH secara bertahap diperbaiki dan diberi Undan-Undang pendukung. Berdasarkan penulis jabarkan dalam bukunya, Indonesia belajar banyak dalam pembentukan UULH dari negara-negara yang terlebih dulu membentuk Undang-Undang sejenis. Seperti dari negara Jerman yang menerapkan tiga asas penting dalam pengelolaan lingkungan, yang secara tersirat maupun tersurat dimasukan dalam UULH. Tiga asas itu adalah asas prevensi, asas pencemar dan asas kerja sama. Secara gamblang penulis menjabarkan bagaimana fungsi dan pengertian asas itu dalam buku. Didukung pula asas-asas lain yang sesuai dengan isu lingkungan di Indonesia. Selanjutnya dalam bab yang sama, dibahas mengenai AMDAL dan beberapa program pembangunan pendukung AMDAL.

Pada pembahasan utama dalam buku ini, yaitu mengenai Penegakan Hukum Lingkungan yang dijabarkan pada halaman 48 – halaman 81. Penulis dengan lugas mengemukakan bagaimana penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Bukan hanya mengambil pengertian dan perspektif dari negara Indonesia saja, tetapi juga memaparkan bagaimana negara-negara lain yang sudah lebih rapi dalam penegakan hukum lingkungannya. Menurut penulis, penegakan hukum lingkungan di Indonesia diartikan secara luas, meliputi yang preventif mupun yang represif. Penegakan hukum lingkungan sendiri cukup sulit. Karena hukum lingkungan merupakan titik silang dari berbagai bidang hukum klasik. Ia dapat ditegakkan dengan instrumen administrative, perdata atau hukum pidana bahkan dapat ditegakkan dalam ketiga instumen sekaligus.

Kerumitan dalam penegakan hukum lingkungan harus dapat menyelaraskan lembag-lembaga terkait dalam pelaksanaannya. Tanpa adanya kekompakan dari lembaga-lembaga yang berwenang, maka tidak akan berjalan dengan lancar penegakan hukum lingkungan itu sendiri. Proses dari penegakan hukum lingkungan lingkungan dapat melewati hukum administratif hingga perdata maupun pidana. Masyarakat baik perorangan ataupun kelompok dapat ikut berperan dalam penegakan hukum lingkungan. Sebab, merekalah yang juga bersinggungan langsung dengan unit kegiatan lingkungan terkecil. Penulis juga dengan ringkas menjelaskan mengenai proses tersebut pada halaman 50-52 dalam buku ini.

Seperti yang dikemukakan sebelumnya, hukum lingkungan merupakan hukum yang menempati titik silang dari bidang-bidang hukum klasik. Maka ia dapat ditegakan bersamaan dengan hukum lainnya. Penulis menjabarkan dalam empat bab berbeda dalam masing-masing bidang hukum yang ditegakkan dengan hukum lingkungan. Seperti pada bab 6 mengenai Penegakan Hukum Lingkugan melalui Instrumen Hukum Administratif, bab 7 mengenai Penegakan Hukum Lingkungan melalui Instrumen Hukum Perdata, bab 8 mengenai Penegakan Hukum Pidana Lingkungan dan bab 9 mengenai Penegakan Hukum Lingkungan Internasional. Dari setiap bab tersebut dapat dipahami bahwa, penegakan hukum lingkungan harus sinergi dengan bidang hukum lainnya. Karena ia tidak bisa berdiri sendiri, maka perlu peraturan payung yang dengan detail mengatur bagaimana hukum lingkungan ditegakkan.

Buku ini menunjukan dengan jelas bagaimana penegakan hukum lingkungan, khususnya bagaimana perkembangannya di Indonesia. Tidak hanya mengenai penegakannya saja tetapi beberapa kasus juga dijabarkan. Untuk memahami buku ini cukup mudah. Apalagi dibahas latar belakangnya terlebih dahulu mengenai apa itu lingkungan hidup, ekologi dan sistem ekologis. Sehingga pembaca dapat memahami sejarah bagaimana hukum lingkungan itu dibentuk. Penulis juga membahas mengenai pembentukan hukum lingkungan di negara-negara lain, sebagai pandangan bahwa hukum lingkungan juga merupakan isu penting untuk dibicarakan. Hal yang paling menarik adalah bagaimana penulis memberikan pandangan nyata bahwa negara-negara berkembang sering berada di posisi bawah untuk penegakan hukum lingkungannya. Hal itu disebabkan oleh fokus dari negara berkembang adalah pembangunan dan peningkatan ekonomi negara. Sehingga untuk anggaran perbaikan lingkungan sering dikalahkan dengan anggaran pembangunan.

Beberapa bab dalam buku ini membahas tentang kasus nyata tentang permasalahan lingkungan dari berbagai negara. Namun pembahasannya terlalu ringkas. Lebih baik jika ditambah beberapa data dan gambar kasus nyata berkaitan dengan hukum lingkungan sehingga dapat menambah wawasan.

Buku ini patut dibaca untuk mahasiswa yang mendalami ilmu hukum, juga untuk mahasiswa yang meneliti bidang lingkungan. Karena buku ini memberikan penjelasan yang mudah dimengerti, juga Undang-Undang terkait isu yang dibahas. Membaca buku ini dapat memberikan wawasan baru, bahwa penegakan hukum lingkungan tidaklah sederhana. Karena harus ada berbagai instrument yang menguatkan hukum lingkungan itu sendiri.

Komentar

Postingan Populer