Resensi Buku Hukum Lingkungan | Relasi Negara dan Masyarakat Adat - Rachmad Safa'at, dkk
Rachmad
Safa’at, salah satu penulis buku ini.
Lahir di Surabaya, 5 Agustus 1962. Menyelesaikan pendidikan Stratum I di Universitas Brawijaya Malang (1986)
bidang Ilmu Hukum, kemudian melanjutkan studi ke Universitas Indonesia untuk
mendalami bidang studi Ekologi pada Progam Ilmu Lingkungan Univesitas Indonesia
pada tahun 1991 dan selesai tahun 1995. Menyelesaikan Studi Doktor Ilmu Hukum
pada Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang (2011). Selain
aktif menjadi dosen seperti saat ini, beliau juga aktif dalam kegiatan advokasi
dan pendampingan buruh, petani, nelayan, dan perempuan. Selama melakukan
advokasi, beliau juga pernah ikut dalam berbagai perancangan peraturan
perundangan-undangan baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional. Keahlian beliau tidak hanya dibidang advokasi
tapi juga telah banyak menerbitkan berbagai karya tulis, baik buku maupun
jurnal.
Konsep
sistem kearifan lingkungan lokal berakar dari sistem pengetahuan dan
pengelolaan masyarakat adat. Kedekatan hubungan masyarakat adat dengan
lingkungan dan sumberdaya alam melalui proses interaksi dan adaptasi mampu
mengembangkan cara untuk mempertahankan hidup yang selaras dengan semesta.
Proyek-proyek pembangunan dari pemerintah khususnya di wilayah negara-negara
Asia Tenggara terasa menjadi beban yang merugikan. Fenomena tersebut terjadi
pula di Indonesia. Kebijakan dasar dan model pembangunan selama rezim Orde Baru
berorientasi pada pertumbuhan ekonimi dan industrialisasi. Hal ini berfokus
pada paradima modernisasi yang mengikis tradisi dan kearifan lokal yang
melingkupi masyarakat adat sehingga menghambat pembangunan.
Pada
buku ini dibahas mengenai gambaran bahwa relasi manusia lebih luas. Dalam
konteksnya masyarakat dengan sumber daya alam sangat erat dan saling berkaitan.
Fakta sejarah menjelaskan bahwa relasi hubungan masyarakat dengan alam sekitar
sudah ada. Hubungan masyarakat adat dengan sumberdaya alam disekitarnya dahulu
seimbang dan harmonis. Namun, semua itu berubah saat dominasi bangsa kolonial
yang memunculkan eksploitasi terhadap sumberdaya alam.
Kajian-kajian
dalam buku ini menggambarkan fakta di lapangan mengenai pergulatan masyarakat
adat di berbagai wilayah di nusantara berjuang mempertahankan relasinya dengan
sumberdaya alam yang telah ada sejak turun-temurun. Masyarakat adat dengan
kearifannya mengelola sumberdaya alam sekuat tenaga mempertahankan cara mereka
sehingga keseimbangan alam tetap terjaga. Hasil penelitian dalam beberapa
dekade terakhir ini menunjukkan terjadinya konflik hukum, sosial, budaya,
sistem religi, bahkan ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam dengan
komunitas luar, baik dari pihak swasta nasional, asing maupun dari pemerintahan
kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat. Dapat dipastikan siapa yang menjadi
pemenang konflik tersebut, yang mana para pemilik modal yang didukung oleh
birokrasi tidak kemudian memberikan kontribusi dan kesejahteraan pada
lingkungan. Bahkan cenderung merusak lingkungan.
Buku
ini terdiri dari delapan belas bagian dengan berbagai pembahasan mengenai
hubungan masyarakat adat dengan ekosistem dan pengelolaannya dan bagaimana
pemerintah sebagai pihak yang membuat peraturan negara telah perlahan merusak
hubungan harmonis tersebut. Seperti yang dibahas pada bab-bab awal buku ini,
mengenai pengakuan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam. Temuan
penelitian dalam dekade terakhir
menunjukkan bahwa eksploitasi besar-besaran telah merusak ekosistem dan menyebabkan
perubahan iklim. Hal ini berbanding terbalik dari apa yang selama ini dilakukan
oleh masyarakat adat yang hidup seimbang bersama alam. Mengambil secukupnya dan
mengembalikan sesuai porsinya. Juga dibahas, mengenai bagaimana pemerintah
mengeluarkan kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang cenderung berfokus
pada peningkatan ekonomi saja. Tidak memperhatikan kemungkinan kerusakan yang
ditimbulkan seperti kerusakan sumber daya alam, lingkungan hidup dan tatanan
sosial-budaya pada masyarakat adat itu sendiri.
Pembahasan
Bagian III, mengenai politik hukum dan hak-hak masyarakat adat terhadap akses
sumber daya alam. Bahwa, politik hukum otonomi daerah selama ini juga masih
bercorak sentralistik dan tidak sensitive pada kearifan lokal. Kebijakan
pembangunan cenderung berfokus pada pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan
paradigm pembangunan yang berbasis pemerintahan melalui dukungan instrument
hukum yang bercorak represif, pada akhirnya menimbulkan ongkos pembangunan yang
mahal, hingga merusak ekologi dan tatanan sosial-budaya masyarakat adat.
Buku
ini juga membahas bagaimana posisi dan kapasitas hukum adat dalam politik
pembangunan hukum di Indonesia. Bagian IV buku ini menguraikan melalui
perspektif antropologi hukum. Dalam konteks Indonesia, hukum adat adalah sistem
hukum rakyat yang secara empiris tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Ia
merupakan sistem regulasi yang berfungsi sebagai instrument pengendalian sosial
untuk menjaga keteraturan dalam kehidupan masyarakat. Maka, hukum tidak
semata-mata terwujud sebagai hukum negara, yang diabstraksikan dalam bentuk
peraturan perundang-undangan tetapi juga terwujud dalam hukum agama, hukum
rakyat, dan juga mekanisme-mekanisme regulasi internal dalam kehidupan
masyarakat.
Bagian-bagian
lain pada buku ini juga membahas berbagai kasus nyata dalam masyarakat dan
hasil penelitian penulis. Seperti yang ada di Bagian V, dibahas mengenai Analisa
Kasus Masyarakat Adat Baduy dalam Konteks pelaksanaan otonomi daerah. Dalam
pembahasannya, diungkapkan oleh penulis mengenai paradigm pembangunan dan
kearifan masyarakat adat, detail mengenai lokasi, keadaan alam hingga potensi
sumberdaya hukum dan kelembagaan adat suku Baduy. Pada kesimpulannya, bahwa
untuk mewujudkan semangat otonomi daerah yang berbasis pada optimalisasi peran
serta masyarakat, kearifan lokal, dan hukum adat tentu tidak mudah. Karena jika
salah memaknai kebebasan memberlakukan kembali hukum adat dan pembentukan perda,
akan dapat menimbulkan tendensius kepentingan sesaat kedaerahan. Maka dalam
membentuk hukum yang baik, harus ada ruang-ruang dengan porsi sesuai dan saling
menghormati. Sehingga walau membawa kearifan lokal tetap adil dan demokratis.
Terdapat
Bagian VI dimana penulis memberikan gagasannya mengenai Aplikasi Teknologi
Ramah Lingkungan dan Sosial. Peranan teknologi yang akhir-akhir ini sangat
berpengaruh pada kehidupan modern ini, terlebih pada negara berkembang seperti
Indonesia. Pengaruhnya tidak terbatas pada pemakaian secara praktis, tetapi
juga menyeluruh sampai pada masalah lingkungan dan kehidupan sosial-budaya.
Dari analisis kritis-historis penulis jabarkan, tampak implikasi dan konsekuensi
luas penerapan teknologi yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan. Karena,
gagasan pengembangan teknologi tidak dapat dilihat hanya pada satu unsur dan
yang lain dibiarkan bergerak mengikuti, tetapi teknologi harus dipandang
sebagai kekuatan yang menentukan pembangunan bangsa. Maka perlu diintegrasikan
dalam konteks pembangunan secara menyeluruh dan dikendalikan dalam perspektif
lingkungan dan sosial.
Bagian-bagian
selanjutnya dalam buku ini cenderung pada hasil penelitian penulis. Penelitian
tersebut seputar analisis kebijakan dan strategi adaptasi nelayan dalam
penyelenggaraan jaminan sosial hari tua serta bagaimana meningkatkan serta
memberdayakan daya adaptasi nelayan tradisional. Seperti yang dibahas pada
Bagian VIII halaman 131 yaitu Mendayagunakan Participatory Action Reasearch sebagai Media Pemberdayaan (Kasus
Masyarakat Nelayan Jaring dan pancing di Teluk Prigi Kecamatan Eatulimo,
Kabupaten Trenggalek), Bagian X halaman 157 tentang Analisis Kebijakan dam
Strategi Adaptasi Nelayn dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial Hari Tua (Studi
Kasus Komunitas Nelayan Jaring Tarik Pantai Teuk Prigi Kecamatan Watulimo,
Kabupaten Trenggalek) dan Bagian XIII halaman 225 tentang Belajar tentang
Kearifan Lokal Masyarakat Bunaken Manado dalam Manajemen Spasial dan Sumber
Daya Alam bagi Solusi Pencegahan Bencana Alam.
Hasil
penelitian-penelitian yang ada dalam buku ini menunjukkan kepada pembaca sebuah
perspektif baru mengenai masyarakat adat. Dengan sudut pandang mengenai
pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat adat, dapat diketahui bahwa selama
ini pemerintah belum adil dalam pemberian kuasa atas pengelolaan sumber daya
alam. Masyarakat adat yang hidupnya masih bergantung pada alam, perlaham
tersingkir oleh program-program pemerintah yang terkadang egois tidak
mempertimbangkan kearifan lokal yang ada. Walau akhir-akhir ini banyak
dicanangkan program-program berbasis kearifan lokal, tetap saja pada kahirnya
masyarakat adat dan daerah yang terkena dampak dari kerusakan lingkungan.
Dari
keseluruhan Bagian-bagian buku ini, dari Prolog hingga Epilog, terdapat
pembahasan besar tentang hubungan masyarakat adat dengan pengelolaan sumber
daya alam serta bagaimana pemerintah mulai menggerus pola interaksi itu melalui
kebijakan-kebijakan kurang adil. Penulis dengan detail menunjukkan, data-data
dan teori mengenai pola kehidupan masyarakat adat yang telah lama ada, terbukti
lebih melestarikan lingkungan dan sumber daya alam. Dalam setiap Bagian dalam
buku ini, detail-detail itu membantu pembaca untuk memahami perspektif
masyarakat adat dalam mengelola sumber daya alam. Ditambah dengan pandangan dari
Antropologi Hukum, semakin menekankan bahwa pergeseran pola hidup masyarakat
adat cenderung disebabkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah.
Penulis
sangat baik dalam menyampaikan hasil penelitian dan gagasannya, terutama
memberikan sudut pandang topik utamanya yaitu masyarakat adat. Namun,
dibeberapa Bagian dalam buku ini, ada pembahasan yang terlalu bertele-tele.
Banyak bahasa yang tidak umum digunakan, sehingga untuk orang yang awam akan
kesulitan memahami. Beberapa paragraf juga seperti diulang pembahasannya. Ada
beberapa paragraph cukup membingungkan dibaca, karena pemotongan kalimat yang
kurang tepat. Terlalu banyak tanda baca koma ( , ) ditempatkan. Sehingga cukup
menyulitkan untuk memahami topik bahasan. Namun selebihnya masih dapat
dipahami.
Buku
ini dapat menjadi rujukan bagi siapapun yang memiliki kepedulian terhadap
penguatan eksistensi masyarakat adat dan sistem kearifan lokal yang
dimilikinya. Sesuai dengan harga dari buku ini, yaitu Rp 75.000 memuaskan
pembaca. Karena buku ini bukan hanya karya tulis gagasan tetapi berbagai hasil
penelitian terhadap masyarakat adat memberikan jendela baru bagi pembaca. Bagi
mahasiswa hukum, khususnya mahasiswa hukum lingkungan, antropologi hukum, hukum
sumber daya alam, hukum adat serta advokasi, buku ini patut dibaca. Untuk
memperkaya wawasan tentang eksistensi sistem kearifan lokal yang dimiliki oleh
masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam. Buku ini memberikan banyak
ilmu dan pandangan baru mengenai bagaimana kita sebagai manusia harus bersikap
terhadap alam. Sehingga kita menjadi lebih peka untuk melestarikan sumber daya
alam, kearifan lokal yang mengiringinya dan masyarakat adat yang masih ada
harus dipertahankan.
Komentar
Posting Komentar