Review Novel : Girls in the Dark - Akiyoshi Rikako
Sinopsis :
Apa yang ingin
disampaikan oleh gadis itu…?
Gadis
itu mati.
Ketua
Klub Sastra, Shiraishi Itsumi, mati.
Di
tangannya ada setangkai bunga lily.
Pembunuhan?
Bunuh diri?
Tida
ada yang tahu.
Satu
dari enam gadis anggota Klub Sastra digosipkan sebagai pembunuh gadis cantik
berkarisma itu.
Seminggu
sesudahnya, Klub Sastra mengadakan pertemuan. Mereka ingin mengenang mantan
ketua mereka dengan sebuah cerita pendek. Namun ternyata, cerita pendek yang mereka
buat adalah analisis masing-masing tentnag siapa pembunuhan yang sebenarnya.
Keenam gadis itu bergantian membaca analisis mereka, tapi…
Kau… pernah berpikir
ingin membunuh seseorang?
~~~
*** ~~~
Judul : Girls
in the Dark
Penulis : Akiyoshi Rikako
Penerbit, Tahun terbit : diterjemahkan oleh Penerbit
Haru, Juli 2021
Jenis Buku : Novel, J-lit
Genre : Misteri, Psikologi
Tebal buku : 288 hlm, 19 cm
Pembukaan untuk review
novel kali ini. Hai, aku kembali dengan review novel baru. Semenjak baca satu
novel Akiyoshi Rikako, ternyata ketagihan dengan novel-novel lainnya. Mskipun
termasuk novel misteri yang ringan, tapi twist nya menyenangkan untuk dibaca.
Nah, kali ini aku mereview novel Akiyoshi berjudul Girls in the Dark. Pada
kahirnya beli novel ini karena beberapa kali baca rekomendasi, ini termasuk
novel Akiyoshi yang seru untuk dibaca. Oh, aku juga beli novel Akiyoshi yang
lain. Nanti juga akan kubuat reviewnya. Oke, mari kita mulai reviewnya.
Mulai dari cover-nya,
dengan warna merah, hitam, dan putih yang berpadu. Menampilkan kesan misteri
pada sosok gadis dengan leher dan tangan berdarah sedang duduk dengan tatapan
kosong, sambil menggenggam bunga lily putih. Setting dari sampul novel ini
menggambarkan tempat ‘sakral’ para tokoh. Sebuah tempat perkumpulan Klub Sastra
yang disebut salon, mengambi istilah
bahasa Perancis.
Memasuki ke ceritanya,
ternyata novel ini memiliki metode penceritaan yang unik. Jujur saja, baru kali
ini membaca novel dengan model kumpulan cerpen, yang saling berkaitan, juga
dengan sudut pandang masing-masing tokoh. Hebatnya, Akiyoshi Rikako berhasil
membuat masing-masing cerpen terasa berbeda, dari gaya bahasa, penyampaian
cerita hingga emosi di setiap cerpennya.
Emosi pembaca dimainkan
dengan cara yang unik. Dibuat bertanya-tanya siapa sebenarnya pembunuh Itsumi,
Ketua Klub Sastra tersebut. Dalam setiap cerpen itu bisa dirasakan, ketegangan
dari masing-masing anggota Klub Sastra. Sejak kematian Itsumi, membuat mereka
terkejut, ingga saling tuduh. Masing-masing cerpen yang ditulis dan diceritakan
para tokoh, memuat petunjuk-petunjuk yang belum jelas. Namun ternyata disebar
dengan baik oleh Akiyoshi. Petunjuk itu diphami masing-masing tokoh dengan
sangat berbeda, hingga membuat mereka membuat spekulasi-spekulasi yang dari
aneh hingga menyeramkan.
Semua itu dijahit
dengan indah oleh Akiyoshi, menjadi kesatuan cerita yang unik. Persaingan,
konflik, rasa iri, rahasia gelap masing-masing tokoh dan keinginan tersembunyi
dua tokoh besar dalam novel ini.
Memasuki review yang
menyinggung spoiler, harap bagi yang belum membaca novelnya, untuk tidak
melanjutkan membaca review ini.
Jadi, pada bab 7 dan
bab 8, saat pembacaan cerpen dari Itsumi oleh Sayuri, kita akan dibuat
terkejut. Cerpen dari Itsumi yang dibacakan Sayuri benar-benar baru, di
dapatkan langsung dari Itsumi pagi sebelum yami-nabe.
Padahal, Itsumi sudah meninggal seminggu yang lalu kan? Bagaimana bisa? Nah,
saat pembacaan cerpen itu juga menjadi pengungkapan yang mengejutkan, satu
persatu dibongkar. Sebuah kenyataan pahit jalinan hubungan anggota Klub Sastra,
yang sering membuat siswi SMA Putri Santa Maria iri. Ya, kemewahan dan
keanggunan Klub Sastra itu hanya kedok, kastil yang dibangun Itsumi yang
kemudian diisi dengan orang-orang pilihannya. Untuk apa? Itu semua adalah
keinginan Itsumi, yang dasar alasannya ternyata, gila… nanti spoilernya
kebanyakan.
Jelas di sini, saat
membaca dua bab terakhir, tokoh besar dalam novel ini adalah Siraishi Itsumi
dan Sumikawa Sayuri. Dua sahabat yang erat sekali bak perangko dan amplop.
Tidak akan ada yang menyangka motif dari Itsumi mengapa mengumpulkan semua
gadis-gadis yang jelas hanya satu atau dua orang yang benar-benar tertarik
dengan sastra, dengan sifat dan bakat bertolak belakang. Juga tak akan ada yang
menyangka, Sayuri adalah orang paling penting dalam seluruh skenario yang
dibuat Itsumi. Semua demi apa?
Saling berebut kursi
singgasana, pusat perhatian dan perasaan diagungkan.
Ngeri sih konflik
cewek-cewek Klub Sastra SMA Putri Santa Maria ini. Sebenarnya akan jauh lebih
seru kalau misalnya dibuat lebih detil soal masing-masing latar belakang
anggota Klub Sastra bisa diundang Itsumi, lalu juga percakapan-percakapannya
sedikit. Lebih banyak narasi dan memang sih fokus utama yami-nabe mereka adalah untuk ‘mengenang’ Itsumi, jadi cerpen-erpen
yang dibawakan adalah bagaimana mereka mengenal Itsumi sebelum ‘kematian’-nya.
Hanya saja… emosinya nanggung. Karena tidak banyak percakapan yang lebih bisa
menggambarkan konflik antar anggota, dibanding narasi penuh kecurigaan. Mungkin
karena terlalu banyak narasi bikin agak bosan diikuti. Konflik antar anggota
yang semuanya cewek ini (jelas lah yakan SMA Putri) bakal lebih menegangkan.
Namun, tetap saja novel
ini sangat menarik untuk dibaca. Keunikan gaya penceritaan dan permainan sudut
pandang setiap tokoh membuat pembaca seolah dibawa bersama duduk dengan anggota
Klub Sastra dalam yami-nabe mereka.
Secara keseluruhan,
Girls in the Dark memiliki nilai 7.5/10 buat saya. Plot twist-nya menyenangkan,
tapi konfliknya seharusnya bisa lebih dikupas lagi.
Komentar
Posting Komentar