Review Novel : Scheduled Suicide Day – Akiyoshi Rikako





.

.

.

Sinopsis :

Ruri yakin ibu tirinya telah membunuh ayahnya.

Tak sanggup hidup bersama ibu tirinya, Ruri bertekad bunuh diri untuk menyusul ayahnya.

 

Ruri akhirnya pergi ke desa yang terkenal sebagai tempat bunuh diri, tapi dia malah bertemu dengan hantu seorang pemuda yang menghentikan niatnya. Hantu itu berjanji akan membantu Ruri menemukan bukti yang disembunyyikan oleh ibu tirinya, dengan janji dia akan membiarkan Rrui mencabut nyawanya seminggu kemudian jika bukti tersebut tidak ditemukan.

 

Itulah jadwal bunuh diri Ruri : satu mingu, terhitung dari hari itu.

~~~**~~~

Judul  :  Scheduled Suicide Day

Penulis : Akiyoshi Rikako

Penerbit, Tahun terbit : [Novel terjemahan, penerbit asli : Tokyo Sogensha Co., Ltd. pada 2016] Penerbit Haru, 2020

Genre : J-lit, Misteri.

Tebal buku :276 hlm

 

Setelah puasa baca dan beli novel selama dua tahunan, akhirnya beli lagi. Novel ini kudapatkan saat ada bazar buku murah di kota ku. Diskonnya lumayan meskipun nggak ngaruh banget. Tapi puas dan nggak nyesel beli buku ini. Karena ini pertama kali beli dan baca novel J-Lit. Ternyata seru! Oke, cukup pembukanya, mari masuk ke reviewnya.

Sampul novel ini menarik, cukup creepy dan misterius, Menggambarkan judulnya dengan baik. Ilustrasi seorang gadis yang berada di tengah hutan dengan pandangan sendu dan ada benang merah yang melilit lehernya. Saat membaca sinopsis, kemudian mengamati sampul novel ini, ku kira akan menjadi novel berat dan dark. Karena membahas tentang bunuh diri. Ternyata, tidak sesederhana itu.

Novel ini terdiri dari tujuh bab, seperti menghitung hari menuju kematian tokoh utama. Pada setiap babnya, dibawa pada sudut pandang dan emosi Ruri yang sedang bersedih atas kematian ayahnya. Usianya masih enam belas tahun dan harus menghadapi kesedihan besar. Padahal belum lama ibunya meninggal. Ruri yang masih remaja terombang-ambing, sibuk dengan kecurigaanya pada sang ibu tiri, hingga kemudian memutuskan pergi jauh untuk melakukan bunuh diri.

Akiyoshi memberikan sudut pandang menarik tentang bunuh diri, kematian, duka dan penerimaan atas tiga hal tersebut. Novel ini jauh dari kesan gelap, sedikit sendu saja. Saat membaca novel ini, seolah dibawa masuk pada sudut pandang Ruri. Remaja sebatang kara yang hidup sendirian dan harus mencoba percaya pada ibu tirinya, namun justru terjebak dengan kecurigaan-kecurigaannya. Emosi labil seorang remaja putri bisa dirasakan pembaca saat mengikuti kisah Ruri. Namun di saat bersamaan, ada banyak kejutan dari apa yang dihadapi Ruri dalam perjalanannya mencoba bunuh diri dan juga proses penerimaan Ruri tentang duka dan kematian ayahnya. Juga bagaimana Ruri berdamai dengan keadaannya, hubungan dengan teman-temannya di sekolah, serta kehidupannya sepenuhnya.

Seolah, secara halus dan perlahan, Akiyoshi seperti menuturkan dengan lembut. Perihal bunuh diri, membuat kita akhirnya menyesali banyak hal yang terlewat tanpa kita. Bahwa duka dan rasa sedih yang dialami Ruri, memang seharusnya diterima perlahan hingga bisa berdamai dengan itu. Sikap Ruri yang memang khas remaja mudah dimaklumi, tapi keputusan bunuh diri bukan penyelesaian masalah. Jalan Ruri masih panjang dan ia hanya perlu, menerima dan terbuka. Pelan-pelan.

Lewat dugaan-dugaan Ruri tentang Reiko (ibu tirinya), saat membaca aku jadi paham. Ruri sedang kalut dan merasa sendirian, emosinya tidak stabil dan sebenarnya berusaha mencari orang yang mengulurkan tangan padanya. Meyakinkan dia untuk bangkit dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Dan ternyata, dugaan-dugaan itu terjawab satu persatu di bab terakhir. Plot-twist nya mengejutkan, tidak tertebak buatku, wkwkkwk. Sampe “Hah…? Jadi????”

Kalau mau agak kasar sih, pengen jitak kepalanya Ruri dikit. Wkwkkwkwk agak sebel tapi ya maklum. Ruri hidup sendirian dan seperti yang aku jelaskan di awal. Berduka, harus berdamai dengan keadaan baru, dengan ibu tirinya. Belum bisa percaya sepenuhnya.

Salut untuk penerbit haru yang menerjemahkan novel J-lit ini dengan bahasa yang enak dibaca. Masih mempertahankan nyawa novel yang bertemakan budaya Jepang dan juga fengshui. Mulus bangetlah terjemahannya, jadi enak banget dibaca. Banyak istilah-istilah yang masih memakai bahasa Jepang, tenang saja, ada footnote terjemahan dan penjelasannya kok.

Oke, setelah ini. Review akan mengandung spoiler besar! Bagi yang belum membaca sebaiknya berhenti baca review sampai sini. Nggak asyik kalo baca novel ini udah tahu spoilernya. STOP!!!

~~~***~~~

Nah, bagian review spoilernya adalah tentang hantu pemuda yang ditemui Ruri di hutan, tempatnya bunuh diri. Nggak nyangka banget, sebegitunya warga desa mencegah orang-orang untuk bunuh diri sampe rela berakting agar Ruri percaya, Hiroaki manusia asli. Masih hidup. Bukan hantu.

Twist ini jujur kaget banget. Karena ku kira bakal mistis-mistis gitu kan novelnya, jadi wajar kalo Ruri bisa liat hantu. Gara-gara percobaan bunuh dirinya yang gagal. Lha kok ternyata itu cuma usaha warga desa untuk mencegah Ruri beneran bunuh diri.

Desa Sagamino, tempat Ruri berencana bunuh diri, adalah desa tempat syuting suatu film terkenal soal hantu gentanyangan karena bunuh diri gitu. Dibahas kok di novel. Intinya, gara-gara desa itu jadi tempat syuting film hantu bunuh diri, jadi rame dikunjungi wisatawan. Tapi, di saat bersamaan ternyata banyak juga yang berkunjung karena ingin bunuh diri beneran. Warga desa sampai ngebujuk-bujuk setiap orang yang jalan ke hutan desa, tempat buat bunuh diri. Sampe akhirnya matahin semua dahan pohon di hutan itu biar nggak bisa buat bunuh diri. Sampai di titik, Ruri sebagai kasus remaja pertama. Makanya sampe nyuruh ponakan Induk Semang buat ngebujuk Ruri, sampe pura-pura jadi hantu.

Indahnya, ending novel ini bukan soal keindahan plot-twist aja. Kalian bakal ak spoilerin soal Hiroaki aja. Twist lain ada lagi, baca sendiri. Nah, keindahan novel ini tuh, soal gimana Ruri perlahan ngejauhin pikiran bunuh diri. Semangat menjalani hidup buat nemuin bukti-bukti ibu tirinya ngebunuh ayahnya. Sampai akhirnya menemukan semangat lagi untuk masak, bareng koki kantin penginapan. Proses itu, bacanya bikin adeeem aja.

Novel ini ternyata cocok banget kubaca. Indah banget bacanya. Menenangkan dan bikin ikutan semangat ngelanjutin hidup.

Overall, untuk novel ini kuberi nilai 8 dari 10. Ringan untuk dibaca dan nggak nyesel belinya.

Sekian review dari aku, Sampai jumpa di review novel/buku selanjutnya!! ^^

 


Komentar

Postingan Populer