Fakta SAINS : Mengapa Remaja Berteriak Histeris Saat Melihat Idolanya?
Orang-orang dewasa pasti menganggap
aneh perilaku histeris para remaja ketika menyaksiakn idolanya. Tapi mungkin
mereka lupa dulu pun mereka mengalami hal yang sama saat masih remaja.
Kenyataanya, para remaja memang sering lupa diri ketika berhadapan dengan
idolanya, misal ketika menonton konser musik sang idola. Hal semacam itu
terjadi di mana-mana—di Indonesia ataupun negara lainnya. Artinya, remaja di
mana pun berperilaku sama ketika melihat artis idolanya.
Dalam konser-konser musik, jeritan
histeris para remaja bisa dibilang ‘menu wajib’. Bukan hanya berteriak-teriak
histeris, mereka kadang sampai menangis, bahkan pingsan. ‘Keanehan’ yang
terjadi pada para remaja ketika berhadapan dengan idolanya dipengaruhi oleh
hormon dopamin. Hormon itulah yang menjadikan seseorang merasa senang secara
berlebihan sehingga tak jarang berteriak histeris bahkan sampai menangis.
Pada waktu kita mendengarkan alunan
musik yang disukai, tubuh kita pu memproduksi hormon itu. sehingga kita merasa
senang menikmati lagu tersebut. Ketka kita bertemu penyanyi secara
langsung—misalnya dalam konser live—tingkat
kesenangan itu makin bertambah karena tubuh memproduksi hormon dopamin dalam
jumlah berlipat-lipat.
Dr. Daniel Letivin dari McGill
University di Montreal, menyatakan, “Mendengarkan musik favorit bisa melepaskan
pelepasan dopamin, yaitu suatu neurotransmitter
yang terlibat dalam proses kesenangan dan kencanduan, sama seperti ketika orang
makan cokelat atau memenangkan pertandingan.”
Kondisi semacam itu terutama
memengaruhi anak perempuan yang masih praremaja atau remaja, yang meliputi
gejala berteriak tidak terkendali, lemas, menangis, hingga pingsan. Kita bisa
menyaksikan kenyataan itu pada konser-konser Could Play, Ellie Goulding, Taylor
Swift, Super Junior, Big Bang, 2NE1 dan artis-artis lainnya yang umumnya di
idolakan para remaja, bahkan, karena ‘kencanduan’ akibat dopamin itu pula,
banyak remaja yang sanagat aktif memburu berita tentang idolanya melalui
internet atau media lain dengan sangat intens.
Pada remaja, hormon tubuhnya masih
mengalami fluktuasi sehingga emosinya sering lebih meluap-luap dibanding orang
yang sudah dewasa. Karena itu pula, kaum remajalah yang terlihat menunjukkan
reaksi berlebihan saat bertemu idolanya.
Disisi lain, industri musik juga
sengaja memberikan fantasi lebih pada anak perempuan, misalnya dengan
mempromosikan bintangnya dengan tampilan tampan, terlihat sangat tmpan, atau
justru berwajah imut, yang membuat para remaja semakin tergila-gila. Tingkat
histeria yang dilakukan remaja perempuan jauh lebih besar dibandingkan remaja
laki-laki, hal itu juga dipengaruhi oleh faktor emosi.
Remaja laki-laki juga memiliki
kencenderungan serupa—menyukai selera musik tertentu dan mengidolakan si artis
atau mengidolakan atlit favorit—namun mereka lebih mampu mengendalikan diri sehingga
lebih jarang terlihat histeris pada saat bertemu idolanya. Mereka lebih
cenderung mengikuti gaya hidup sang idola dan gaya berpakaiannya, yang kadang
terbawa sampai masa dewasa.
Dalam taraf wajar, perilaku histeris
semacam itu tentu bukan masalah, mulai jadi masalah ketika pengidolaan pada
seorang artis menjadikan si remaja terobsesi. “Perilaku ini tidak sehat,” kata
Robert Epstein, psikolog yang menulis buku teen
2.0: Saving Our Children and Families from the Torment of Adolescence.
Post by : ASDS (Aura Shava Dhinda
Salsabila)
Komentar
Posting Komentar